Tanggal 9 Agustus lalu adalah hari pertama aku dan teman-temanku berangkat ke NTT untuk

melaksanakan program pertama kami : NTT MEMBACA. Kala itu aku dan teman-temanku berangkat dari

bandara Soekarno Hatta pada pukul 2.30 WIB dini hari. Perasaanku saat itu tidak bisa digambarkan.

Senang, takut, gugup, semua campur jadi satu. Tapi saat itu aku yakin, ini adalah awal yang baik bagi

perjalanan NTT Youth Project. Pukul 2.30 tepat, pesawat kami lepas landas meninggalkan bandara

Soekarno Hatta. Bye Jakarta, see you East Nusa Tenggara!

Perjalanan yang kami tempuh cukup memakan waktu. Sebenarnya total waktu perjalanan dari Jakarta

ke NTT hanya sekitar 4 jam, hanya saja karena harus transit dahulu di Kupang selama kurang lebih 7 jam,

maka perjalanannya pun menjadi sangat lama.  Pukul 6.30 WITA, aku dan teman-temanku ; Evan, Vito,

dan Reyhan, sampai di bandara El Tari, Kupang. Saat itu kami dijemput oleh salah satu teman kami,

Herma namanya. Herma mengajak kami berjalan-jalan sebentar menikmati indahnya Kupang. Kami

sempat mengunjungi salah satu pantai di Kupang yang menawarkan keindahan alam yang luar biasa.

Setelah sedikit berfoto disana, kamipun lanjut mencari makan siang dan segera kembali ke bandara.

Pukul 12.45 WITA pesawat kami kembali lepas landas menuju bandara Frans Seda, Maumere. Perasaan

dalam hatiku pun semakin berkecamuk mengingat aku semakin dekat dengan tempat tujuan.

Sekitar pukul 14.00 WITA kami tiba di bandara Frans Seda dan langsung dijemput oleh seorang paman

dari anggota tim kami, Unan, yang hari itu berhalangan terbang bersama kami. Om Ady, begitu kami

menyapanya, segera tancap gas mengantarkan kami ke rumah Unan di Lokaria. Saat itu tengah ada

arisan keluarga. Wow, suatu hal yang sudah sangat jarang aku temukan di Jakarta, bahkan keluargaku

sendiripun jarang melakukan arisan keluarga. Hehe. Dalam arisan keluarga, seluruh keluarga besar

berkumpul dan makan bersama di salah satu rumah yang sudah ditentukan. Yang lebih menarik,

ternyata arisan keluarga ini biasa dilakukan sebulan sekali. Wow! Erat sekali ya hubungan antar keluarga

mereka. Setelah sedikit berbincang sambil makan dan mencoba minuman khas NTT, Moke, kamipun

diantar ke kamar untuk sedikit beristirahat. Aku punya kamarku sendiri, sedangkan Vito dan Reyhan satu

kamar, dan Evan akan satu kamar juga dengan Unan. Kamipun beristirahat sejenak.

Esok harinya, karena kami belum ada kegiatan sama sekali, kamipun berpikir untuk menjelajah

Maumere. Untung saja saat itu adik Unan, Jaqualine, sedang pulang liburan di NTT. Jadi saja dia

mengerahkan teman-temannya untuk berjalan-jalan bersama kami ke Pantai Koka, salah satu pantai

yang sangat terkenal di Maumere. Dengan motor sewaan kamipun segera berangkat kesana. Begitu

sampai disana, mataku tak mampu berkedip memandangi keindahan alam yang luar biasa di hadapanku.

Pantai Koka dengan pasir putihnya serta teluk dan karang-karangnya menyita perhatianku untuk waktu

yang cukup lama. Pantai ini seperti pantai yang belum terjamah. Pasirnya masih putih dan sangat bersih.

Benar-benar investasi pariwisata yang sangat menjual. Kamipun bermain-main santai di Pantai Koka

hingga sore tiba. Begitu sore tiba, kami kembali ke rumah Unan di Lokaria.

Hari berikutnya Unan pun tiba di NTT. Kamipun memulai kegiatan kami untuk bertemu dengan pihak-

pihak terkait. Disana kami mengunjungi Rektor UNIPA, lalu kami pergi juga ke Dina Badan

Pemberdayaan Masyarakat (BPM) , ke bagian Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), dan ke Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olahraga serta ke Dinas Perpustakaan. Tak lupa juga kami bertemu dengan

Wakil Bupati dalam rangka membicarakan program NTT MEMBACA. Senang sekali menyadari bahwa

program kami ini disambut dengan sangat baik oleh seluruh pihak. Ketakutan yang kumiliki pun

berangsur hilang terganti dengan rasa sukacita.

Akhirnya tanggal 19 Agustus, buku-buku kami sampai di Maumere. Kamipun langsung mengerahkan

segenap tenaga untuk memilah buku-buku tersebut sesuai genre dan membagi jumlahnya agar rata

terbagi untuk 5 desa. Tanggal 20 Agustus kami mulai mengeksekusi desa pertama kami, yaitu Desa

Ojang. Menjelang sore, kami tiba di Desa Ojang. Disana kami disambut dengan baik oleh Bapak Kepala

Desa dan juga Ibu Sekretaris Desa, Mama Maria Fransiska. Kamipun bermalam di rumah Mama Maria.

Sungguh hangat sambutan yang kami dapat disana. Kami berkenalan dengan anak dari Mama Maria, Kak

Stanis, dan ayah dari Mama Maria, yang biasa disebut Bapak Ojang, yang sudah berumur 93 tahun.

Namun di balik umurnya yang sudah lanjut, Bapak Ojang masih sangat tegap dan gagah. Kedekatan kami

dengan keluarga Mama Maria berawal sejak pertama kami menginjakkan kaki di rumah itu. Kami

menginap selama 2 malam disana. Sungguh keluarga yang sangat hangat. Banyak cerita yang terlontar

setiap malam kami duduk makan bersama. Mama Maria adalah seseorang yang sangat bersemangat dan

tegas. Sungguh sosok wanita yang patut dikagumi! Esok harinya pun kami mulai menggarap program

kami dengan mulai merangkai lemari-lemari yang akan diletakkan di perpustakaan dan merapikan buku-

buku yang  kami bawa. Setelah itu, kami lanjutkan dengan kegiatan anak-anak, yakni mendongeng,

mewarnai, dan kelas melipat kertas , serta forum pemuda, dimana di dalamnya kami membahas

pentingnya membaca dan generasi muda harus kaya akan pengetahuan lewat membaca. Karena tujuan

awal untuk 6 bulan ke depan dari program NTT Membaca ini terfokus pada suksesi perpustakaan, maka

kamipun mencoba menstimulus anak-anak dan pemuda untuk mulai merasa tidak asing lagi dengan

buku lewat kegiatan yang kami adakan satu hari itu. Harapan kami adalah agar seluruh warga desa,

mulai dari anak-anak hingga dewasa mulai menanggapi rasa penasaran dan haus akan ilmu pengetahuan

mereka lewat membaca di perpustakaan desa.

Setelah desa Ojang selesai, kamipun melaju ke desa Bangko’or. Disana sambutan yang didapatkan lagi-

lagi tidak mengecewakan. Kami bermalam di tempat Bapak BPD, yaitu Bapak Asimundus. Keluarga

Bapak Asimundus sangatlah ramah. Setiap makan pagi, siang, dan malam, kami selalu duduk bersama

dan bercengkrama sembari makan. Bapak Asi adalah sosok yang sangat hangat dan beliau menganggap

kami seperti anaknya sendiri. Bahkan ketika kami pulang ke Lokaria, Bapak Asi menyewakan mobil untuk

mengantar kami. Bayangkan, kami diantar seluruh keluarga besar Bapak Asi. Hanya saja, sayang sekali

Bapak Asi tidak dapat ikut karena beliau harus menjaga rumah. Namun sebelum kami pergi, sempat

terlihat butiran air mata membasahi sudut matanya. Mengharukan sekali. Oh dan tak lupa, seperti di

Desa Ojang, sambutan dan minat masyarakat akan perpustakaan desa yang kami bangun disanapun

terlihat tinggi sekali. Anak-anak banyak yang datang dan antusias mengikuti kelas yang kami adakan.

Pemudapun banyak yang datang untuk terlibat dalam forum. Sungguh membahagiakan!

Setelah Desa Bangkoor selesai, kamipun pulang sehari ke Lokaria untuk kemudian esoknya melanjutkan

perjalanan ke desa Poma. Dari awal kami di NTT, orang-orang yang mendengar bahwa salah satu desa

tujuan kami adalah desa Poma pasti akan langsung berkata, ‘Aduuuh Tuhan, ngeri sekali!’. Mereka

banyak menceritakan tentang perjalanan menuju desa Poma yang sangat menantang. Dari jalannya

yang terjal dimana sekelilingnya hanya ada jurang. Kami sempat gentar, tapi tidak sampai

mengurungkan niat kami menjamah desa tersebut. Akhirnya dengan mobil yang dipinjamkan oleh Dinas

Kehutanan, kamipun  bersama-sama menuju desa Poma. Awal-awal memang sangat mengerikan.

Terlebih saya dan kawan-kawan memilih duduk di belakang untuk menikmati pemandangan. Namun,

ketakutan akan jalan yang rusak ternyata tidak terbukti! Jalan menuju desa Poma sudah dibeton semua

dan sudah bagus. Memang sih, samping-sampingnya masih jurang, namun justru itu serunya! Tapi ada

satu bagian yang menurut saya paling seru dan mencekam, yaitu saat kami dikejar kabut. Karena desa

Poma adalah desa yang terletak di atas gunung, maka ketika sore mulai tiba, kabutpun mulai turun.

Kami menempuh perjalanan yang cukup panjang dan ketika waktu mulai menunjukkan pukul 5.30 WITA

kamipun belum sampai juga di desa Poma. Malam pun mulai nampak dan langitpun mulai gelap. Jalan

mulai sudah tidak terlihat karena kabut mulai turun. Kami hanya diterangi cahaya lampu mobil dan

setiap mobil kami melaju kami merasa kabut menutupi jalan yang sudah kami lewati! Menegangkan

sekali, rasanya seperti ada di film horor! Tapi akhirnya kamipun sampai di desa Poma dengan selamat.

Sesampainya disana kami langsung disambut oleh Bapak Kepala Desa dan keluarga dan kamipun

menginap disana. Seperti biasa, kami langsung terlibat perbincangan hangat malam itu. Kami duduk dan

makan bersama di dapur sambil berbincang. Ada kebiasaan yang dimiliki oleh orang-orang di desa ini,

terutama oleh para wanita, yaitu bahwa sehabis makan pasti harus langsung mengunyah siri pinang.

Bahkan mereka selalu membawa tas kecil untuk menyimpan siri pinang. Lucu sekali bukan? Jadi yang

dimaksud siri disini adalah buah dari pohon sirih, bentuknya panjang dan rasanya persis seperti daun

sirih. Siri akan ditumbuk bersama dengan pinang lalu kemudian dikunyah dengan sedikit kapur dan

mereka akan berubah warna menjadi merah darah. Aku sempat mencoba sedikit karena penasaran

dengan rasanya. Ternyata, pedas sekali!! Cukup sekali aku coba itu hehe. Yang paling menarik dari desa

Poma adalah tanahnya yang gembur. Tanpa pupukpun bibit yang ditanam disana akan langsung tumbuh

besar. Bayangkan, pagi-pagi saat sarapan kami sempat lihat selada yang baru saja diambil dari kebun

dan selada itu panjang sekali. Luar biasa bukan? Sayur yang kami makan pun semua masih segar karena

benar-benar baru saja dipetik. Sehat dan terbebas dari pestisida. Di desa ini, perpustakaan kami

diletakkan di sekolah untuk mempermudah warga desa dalam mengakses perpustakaan. Kegiatan anak-

anakpun kami lakukan di SD setempat dan anak-anak di desa ini memiliki potensi yang sangat tinggi di

bidang mewarnai. Aku sampai bingung menentukan 3 terbaik. Tapi aku melihat semangat yang luar

biasa di mata anak-anak ini. Walau hidup di desa yang sangat jauh dari kata modern, tanpa listrik dan

tanpa sinyal, namun semangat mereka untuk selalu sekolah tidaklah padam. Mengharukan sekali!

Seselesainya dari Desa Poma, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Wolodhesa. Disana kami tinggal di

rumah Bapak Kepala Desa, yakni Bapak Benyamin Bande. Di rumah Bapak Benyamin kami berkenalan

dengan Nenek, Mama, dan yang lainnya. Ada satu kejadian yang sangat menarik di desa ini. Saat

kedatangan kami kesana, yaitu 28 Agustus 2015, tidak sengaja salah satu teman kami, Reyhan,

membaca papan yang ada di kantor desa yang menuliskan tanggal lahir Bapak Benyamin. Ternyata

beliau baru saja berulang tahun tanggal 27 Agustus, tepat sehari sebelum kedatangan kami!  Langsung

saja kami rencanakan setelah perpustakaan selesai kami rapihkan, kami akan merayakan ulang tahun

Bapak. Rey dan Evan langsung meluncur membeli kue ulang tahun, sementara aku, Vito, dan Unan

menunggu di rumah. Akhirnya selepas makan malam, kamipun memberikan kue itu sebagai kejutan ke

Bapak. Bapak senang sekali! Kami juga turut senang melihat Bapak bahagia. Esoknya kami diundang

untuk datang ke acara peresmian Kepala Sekolah baru yang ada di SD setempat. Disana kami

menyaksikan proses peresmian Kepala Sekolah dan acara dilanjutkan dengan makan-makan. Setelah

makan, kamipun tidak langsung pulang, melainkan disuruh menari dulu! Kami diajari tari Ja’i dan setelah

acara hampir usai, barulah kami melanjutkan kembali perjalanan ke desa terakhir, Desa Tilang.

Kami tiba di Desa Tilang pada sore hari. Sayangnya saat kami tiba, Kepala Desa sedang berada di luar

desa karena ada keperluan. Akhirnya kamipun tinggal dirumah ibu Wakil BPD, Mama Sinta. Mama Sinta

adalah sosok yang sangat riang dan pintar. Kami senang sekali berbincang dengan beliau. Selain itu

masakannya juga enak sekali. Namun Mama Sinta ini adalah sosok yang sangat rendah hati. Setiap dipuji

pasti saja beliau langsung merendahkan diri. Di desa ini, jumlah anak-anak yang datang ke perpustakaan

adalah yang paling banyak. 92 orang bayangkan!! Senang sekali rasanya bahwa semua berpartisipasi

dalam kegiatan kami. Disana kami juga berkenalan dengan Kak Samson, seorang aparat desa, yang

sangat baik hati dan mengajak kami kemana-mana. Di desa Tilang, ada kisah yang sangat menarik. Anak

perempuan dari Mama Sinta, yakni Kak Yoan dan Kak Ina, saat itu sedang pulang liburan kuliah. Mereka

pun mengajak kami untuk datang ke pesta dan menyaksikan bagaimana sebuah pesta sambut baru atau

yang kita kenal dengan pesta komuni pertama dihelat. Akhirnya kamipun menyanggupi untuk datang ke

pesta bersama Kak Yoan, Kak Ina, dan Kak Samson. Jadi, di Flores itu, jika sedang ada pesta maka orang

bisa datang dan bergabung walaupun tidak kenal dengan si empunya pesta! Lucu sekali bukan? Maka

kami datanglah ke pesta, makan-makan dan ikut menari. Ah senang sekali rasanya.

Setelah desa Tilang selesai, kamipun kembali pulang ke rumah Unan di Lokaria. Perasaan yang ada saat

itu tidak bisa digambarkan sama sekali. 15 hari kami menjelajah ke desa-desa, selalu ada cerita berbeda

di setiap harinya dan di setiap tempat yang kami kunjungi. Rasa haru, lelah, bahagia, sukacita, semua

bercampur menjadi satu pengalaman yang tak ternilai harganya. Baiklah sekian cerita saya mengenai

kegiatan kami di NTT kemarin. Semoga kami terus berkesempatan untuk datang kesana lagi dan semoga

program kami bisa terus berjalan lancar. Terima kasih sudah membaca catatan perjalanan kami. Akhir

kata, epan gawan! Terima kasih.

Salam,

Adisti.


 Kegiatan Mewarnai di Desa Poma


 Vito membantu melipat kertas
Suasana pagi di Desa Ojang 

Birthday Surprise untuk Bapak Desa Wolodhesa

Keluarga di Desa Bangko'or


Sabuga,16 Juni 2015 NTT YP turut serta meramaikan acara Festival Anak Bertanya sebagai salah satu pengisi stand. Pada acara tersebut saya diamanahi untuk menjaga stand NTT YP bersama Wini, Tyas,Angel.Kami sangat antusias mempersiapkan acara ini dengan mempersiapkan dekorasi stand yang kami buat bersama dengan tim FAB NTT YP, hampir semua dekorasi kami buat sendiri mengandalkan kreatifitas dan kemampuan yang kami punya.

      Selama acara berlangsung saya sangat bersemangat karena sekitar 100 lebih adik-adik dari berbagai macam Sekolah dasar telah mengunjugi stand NTT YP. Adik-adik tersebut kami ajak untuk memberikan dukungan akan salah satu program NTT YP yakni NTT membaca, dukungan yang diberikan berupa memberikan cap tanggan di atas kain putih dan juga melalui foto dimana anak tersebut memegang kertas yang bertuliskan “NTT we care”. Pada saat anak tersebut memberikan dukungannya kami pun menjelaskan kepada orang tua ,yang menemani adik-adik tersebut, mengenai program NTT YP. Tak jarang banyak orang tua berkeinginan untuk turut serta berdonasi ke NTT YP, bahkan salah satu pengunjung stand kami yang berasal dari SMA BPK Penabur secara langsung memberikan donasi buku. Sebagai bentuk terimakasih kami atas dukungan yang telah diberikan oleh adik-adik yang telah mengunjungi stand NTT YP,  kami memberikan cinderamata berupa origami yang berbentuk burung.
     
      Dukungan yang kami terima tidak hanya berasal dari adik-adik dan orang tuanya, kami pun mendapat kunjungan dari LSM yang bergerak di bidang anak-anak beberapa diantaranya yakni Nusantara Bertutur, psikolog, SOS childern, Serat pena yang mau berkerjasama, menawarkan bantuan dan berbagi ilmu. Bahkan ada penulis buku anak yang bersedia mendonasikan karyanya dan juga ada yang bersedia menjadi sukarelawan diprogram NTT Membaca atau bahkan memberikan semangat atas apa yang sedang kami lakukan.

      Selama acara berlangsung ada kepuasan batin tersendiri yang saya rasakan. Rasa kepedulian saya terhadap anak-anak semakin terasah dan juga saya merasa diri saya teraktualisasi dengan sempurna pada saat itu yang mana pada saat pengunjung stand yang berasal dari akdemisi, praktisi dan masyarakat umum. Mereka membagikan ilmu, pengalaman, nasihat atau bahkan mengapresiasi kegiatan NTT YP. Saya berharap akan diadakan kembali acara Festival Anak Bertanya ini karena banyaknya manfaat yang dirasakan baik dari pengunjung maupun pengisi stand. Terimakasih FAB 2015 atas kesempatan yang telah diberikan kepada NTT YP untuk turut serta. (fitriayu)





Sabtu, 13 Juni 2015 adalah sebuah hari yang bersejarah bagi diriku, yang dimana saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi perwakilan NTT Youth Project dalam acara Indonesian Citizen Summit 2015 dan saya menjadi peserta stand dalam acara yang diselenggarakan di Universitas Indonesia. Acara ini bisa terselenggara dikarenakan kerjasama dari Universitas Indonesia dan Kreanovator. Saya tidak sendirian dalam mengikuti acara Indonesian Citizen Summit 2015. Saya ditemani oleh 4 orang rekan saya yaitu Adisti, Angel, Unan dan Riyanti. Unan dan Riyanti mewakili NTTYP sebagai peserta umum, sementara saya, Adisti, Angel menjaga stand. Saya sangat antusias dalam mengikuti acara ini dikarenakan nantinya saya dapat menambah link atau berkoneksi dengan teman-teman dari komunitas lain. Dan antusias saya pun terbukti, saya berkenalan dengan berbagai komunitas sosial yang bergerak dalam berbagai bidang. Suasana siang hari yang panas di Jakarta, tidak menghalangi kami dalam bercengkarama satu sama lainnya. Saya pun berkenalan dan menanyakan asal usul terbentuknya komunitas mereka, pengalaman apa saja yang mereka dapatkan dari pelaksaan program dalam komunitas mereka dan saya juga meminta saran agar bagaimana NTTYP dapat membuktikan eksistensi kami di dalam program kami dan melebarkan sasaran eksistensi kami tidak hanya ke daerah NTT namun ke seluruh Indonesia. Sharing dengan teman- teman berbagai komunitas membuat saya sadar bahwa kami(NTTYP) masih seumur jagung dan masih harus banyak belajar dan mematangkan kembali apa yang menjadi visi, misi, dan tujuan program kami. Satu hal yang menjadi prinsip saya yaitu pengalaman adalah guru terbaik. Saya bahagia karena saya dipertemukan dengan teman-teman dari komunitas lain yang tentunya menjadi pengalaman berharga dalam hidup saya dan bagaimana saya belajar dari pengalaman yang diajarkan oleh teman-teman dari komunitas lain bahwa kita harus mewujudkan mimpi komunitas kami.

(Vito) 


Sabtu, 13 Juni 2015 lalu menjadi sebuah hari yang tidak terlupakan bagi saya. Bagaimana tidak, saya berkesempatan mewakili NTT Youth Project untuk menjadi peserta stand di Indonesian Citizen Summit 2015, sebuah acara yang diadakan di Universitas Indonesia oleh Kreanovator. Saat itu saya hadir bersama 4 rekan saya, Vito, Angel, Unan, dan Riyanti.Unan dan Riyanti kala itu mewakili NTT YP sebagai peserta umum, sementara saya, Vito, dan Angel menjaga stand. Saat itu yang terlintas di benak saya hanyalah satu: Berjejaring. Setelah stand selesai dirias dan didekorasi, dengan bergegas saya pun mengajak Vito dan Angel berkeliling untuk berkenalan dengan orang-orang dari komunitas sosial lain yang juga membuka stand. Di situ saya kagum ternyata banyak sekali orang yang mendedikasikan dirinya untuk kegiatan sosial. Sayapun berkenalan dengan mereka, menanyakan asal usul terbentuknya komunitas mereka, apa saja kegiatan yang telah mereka lakukan, serta manis dan pahitnya pengalaman yang komunitas mereka rasakan. Mereka semua dengan antusias menjelaskan pada saya tentang semua itu. Dari semua penjelasan yang mereka jabarkan, saya begitu terkesima dan akhirnya menyadari, kerja sosial tidaklah mudah. Dibutuhkan dedikasi yang tinggi dalam mengembannya karena berdasarkan hasil cerita pengalaman yang saya kumpulkan, ternyata praktik di lapangan tidak semulus seperti praktik yang dirancang. Selalu ada tabrakan dengan kepentingan lain. Dan inilah yang saya rasa harus mampu dilalui semua komunitas sosial. Jika tidak mampu, pasti komunitasnya bubar. Dari ICS saya mendapatkan banyak sharing yang saya rasa bisa digunakan untuk kematangan NTT YP sendiri. Belajar dari pengalaman dan mendengarkan masukan komunitas lain yang lebih senior sungguhlah pelajaran berharga bagi saya dan team NTT YP.
Saat mengikuti ICS saya merasa sangat bangga dan bahagia. Bangga karena komunitas saya bisa dikenal banyak orang. Bahagia karena saya bisa menemukan orang-orang dengan passion seperti saya yang akhirnya mampu membuat saya semakin bersemangat untuk menjalankan program-program NTT YP lagi, no matter how hard the journey is. Terlebih ketika saya melihat komunitas difabel yang standnya persis di depan kami. Saya saat itu hanya berpikir, orang-orang difabel saja mampu berkarya bagi sesamanya, hidupnya mampu berguna bagi orang lain, bagaimana mungkin saya yang dilahirkan dengan badan yang utuh hanya diam dan mementingkan diri sendiri saja?

Selama di ICS saya akhirnya berhasil menemukan komunitas-komunitas yang mampu membuka pikiran saya. Yang mampu menyadarkan saya bahwa NTT YP harus terus belajar dari komunitas-komunitas senior. Saya juga menemukan komunitas-komunitas yang mau bekerja sama dengan NTT YP. Besar harapan saya agar setelah acara ICS ini, nama NTT YP semakin dikenal banyak orang dan makin banyak orang yang tergerak untuk bergabung atau berkontribusi dalam mewujudkan program kami. Dan besar harapan saya agar semangat yang saya dapatkan bersama rekan-rekan saya dalam ICS ini mampu kami salurkan kepada rekan-rekan NTT YP yang lainnya sehingga api semangat kami selalu membara dan kami mampu bersikap optimis dalam mewujudkan mimpi komunitas kami. (Adisti) 


Pada Selasa, 16 Juni 2015, NTT Youth Project mendapatkan kesempatan untuk mengisi booth di acara Festival Anak Bertanya 2015. Berikut adalah wawancara yang NTT Youth Project lakukan bersama dengan  penanggung jawab kegiatan ini.

1.     NTT YP :  Apa yang kamu dapatkan saat mengikuti acara tersebut?

     Wini :
      Banyak sekali yang didapatkan dari acara  ‘Festival Anak Bertanya 2015‘ yang diadakan di Sabuga Bandung, Selasa 16 Juni 2015, contohnya saya menjadi lebih percaya diri dengan mempresentasikan tentang Nusa Tenggara Timur kepada adik-adik yang datang ke booth kami dan para orang tua tentang program-program dari NTT Youth Project, padahal notabennya saya orangnya lumayan pemalukalau mempresentasikan sesuatu kepada khalayak banyak. Hehe J Selain itu juga saya dapat menambah wawasan dengan berkunjung ke booth booth lainnya, seperti booth tentang ilmu eksak, booth tentang anak-anak disabel, booth musik dll, aahh pokonya banyak banget dan menambah wawasan sekali!!! Dan juga ini yang paling penting adalah saya berjejaring dengan orang-orang yang luar biasa, kenapa luar biasa?? Karena mereka-mereka ini merupakan orang-orang penggerak di bidangnya, contoh di bidang pendidikan, sosial, lingkungan, ilmu eksak dll. Semakin buka mata, hati, dan pikiran banget!!! J  menjadikan saya harus lebih peka dan open minded terhadap apapun itu di sekitar saya.

2.      NTT YP : Apa yang kamu rasakan saat dan setelah ikut acara tersebut?
       Wini :
             Saya benar-benar sangat senang dan bangga karena booth kami NTT Youth Project itu didatengi oleh anak-anak beserta orang tuanya, di sana mereka sangat antusias mendengar dan memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh saya dan teman-teman dari NTT Youth Project yang bertugas dalam acara FAB 2015 dan juga aktivitas yang dilakukan di booth kami seperti menulis harapan atau cita-cita mereka lalu ditempel di pohon harapan dan melakukan cap tangan. Lelah dan letih pastinya seharian dalam acara tersebut namun itu terbayarkan dengan banyak respon positif dari berbagai pihak dengan keinginan mereka untuk bekerjasama dengan NTT Youth Project nantinya!!! Horeeeee... J
3.      
     NTT YP : Apa harapan kamu kedepannya setelah acara tersebut?
     Wini :
           Acara seperti ini merupakan ajang dimana komunitas dari berbagai macam bidang dapat bertemu dan berjejaring nantinya, harapan saya adalah NTT Youth Project dapat menjadi komunitas yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan berdedikasi khususnya untuk para pemuda-pemudi Di NTT dan Indonesia. Selain itu, acara ini penting untuk membimbing anak ke dalam pergaulan yang benar serta pendidikan yang selayaknya mereka dapatkan dengan memberikan ilmu pengetahuan yang nantinya akan sangat berguna bagi mereka sehingga anak-anak Indonesia nanti ke depan dapat membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik.J
  



Akhir-akhir ini di Indonesia  ini, menjamur berbagai komunitas sosial. Bidang pergerakan mereka diantaranya pendidikan, lingkungan, kesehatan dan yang lainnya. Mereka bergerak atas dasar sukarela karena melihat kondisi di sekitarnya yang jauh dari kondisi ideal. Semisal pendidikan. Kondisi pendidikan di Indonesia timur tidaklah seperti yang terjadi di Indonesia bagian barat. Di Indonesia bagian barat fasilitasnya lebih lengkap, mudah diakses dan terjangkau. Oleh karena itu, berkembanglah pergerakan sosial yang membantu mengentaskan masalah tersebut secara mandiri.
NTT Youth Project adalah salah satu dari sekian banyak komunitas sosial untuk memajukan pendidikan di tanah air. Kami fokus untuk mengumpulkan buku-buku yang nantinya akan dikirimkan ke NTT. Tidak hanya mendistribusikan buku, tetapi kami akan membangun perpustakaan daerah yang nantinya dapat menjadi tempat menggali pengetahuan dan pencetak generasi muda NTT agar mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk merencanakan masa depan yang lebih baik. Pemerataan fasilitas seperti ini tentu saja membutuhkan banyak dukungan baik moral maupun materi.
Selain program “500 Nama untuk NTT” yang saat ini sedang berjalan, kami memiliki proyek penunjang lainnya untuk menyebarluaskan pergerakan ini dan mendorong generasi muda lainnya menduplikasi kegiatan serupa di wilayahnya masing-masing untuk memberdayakan masyarakat. Setiap bulan kami mengadakan workshop dengan tema tertentu dengan mengundang narasumber yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas di bidangnya.
Pada Bulan Juni ini, kami mengadakan “Social Project Meets Crowdfunding”. Dalam acara ini, NTT Youth Project mengundang Alfatih Timur sebagai pendiri Kita Bisa yang merupakan platform untuk mengumpulkan dana dari masyarakat. Alfatih Timur adalah seorang social entrepreneur yang membantu banyak komunitas agar memiliki akses dalam melakukan pencarian dana.
Acara berlangsung pada Sabtu, 6 Juni 2015, bertempat di Bumi Panda, Jalan Geusan Ulun nomor 3 Bandung. Sebanyak 27 peserta hadir dari berbagai latar belakang. Beberapa diantaranya merupakan penggerak komunitas di Kota Bandung yang ingin mendapatkan ilmu dan wawasan seputar penggalangan dana secara mandiri.
Pukul 09.30 WIB Alfatih membuka materi dengan mengenalkan apa itu crowdfunding yang sering kita dengar. Crowdfunding adalah sebuah praktik pengumpulan dana untuk mendanai sebuah kegiatan tertentu. Biasanya sebuah komunitas mengalami masalah kurangnya SDM dan dana. Untuk dana dapat disiasati dengan sistem crowdfunding.
Ia menjelaskan bahwa ada banyak tipe dalam crowdfunding. Ada yang langsung donasi, meminjam dana dari lembaga dana dan juga sistem pre-order. Crowdfunding banyak dilakukan negara-negara lainnya. Seperti pada program Pebble Time di Amerika, sebuah jam pintar yang akhirnya mendapat dana melebihi target. Untuk di Indonesia sendiri, contoh yang sukses mendapatkan dana dari masyarakat adalah komunitas Buku Untuk Papua. Dari target dana Rp 30 juta, mereka mendapat lebih dari Rp 31 juta.
Beberapa contoh kesuksesan proyek di atas dapat memberikan gambaran bahwa crowdfunding adalah salah satu cara yang baik untuk membuka peluang menjembatani donatur yang ingin memberi bantuan dan organisasi yang ingin mendapat sumber dana.
Kita Bisa juga berupaya membangun kepercayaan terhadap donatur dengan terus menginformasikan laporan dana. Mentor Kita Bisa adalah Rumah Perubahan milik Rhenal Kasali yang sebelumnya sudah banyak memberikan kontribusinya dalam pemberdayaan masyarakat.  Setiap orang mempunyai kesempatan  yang sama untuk mengembangkan sebuah gerakan sosial dan mendapatkan dana sumbangan dari masyarakat. Aksesnya sangat terbuka luas tinggal kita yang mau menjalankannya dengan baik.
Selain pemaparan materi, diadakan juga simulasi untuk membangun sebuah proyek dan mepresentasikannya ke hadapan seluruh peserta. Tim dibagi menjadi 4 bagian. Tiap-tiap tim merancang sebuah program yang memungkinkan untuk dijalankan dengan alasan yang logis. Sehingga, para donatur yang membaca poster atau keterangan di website dapat langsung tertarik dan tergerak untuk membantu.
Pada simulasi ini, mereka diberikan bekal dari Alfatih terkait bagaimana cara membuat konten proyek melalui Kita Bisa. Tips tersebut yaitu :
1.      Buat judul yang menarik dan menunjukkan nama program kita bukan nama komunitas.
2.      Tampilkan video atau poster sebagai pembuka konten yang menyentuh
3.      Buat ulasan dengan padat, jelas, rinci dan tidak terlalu berbelit-belit. Gunakan bahasa yang lugas.
4.      Cantumkan juga penghargaan apa yang bisa diberikan kepada donatur jika sudah memberikan donasi
5.      Cantumkan personal kontak yang dapat dihubungi jika donatur membutuhkan informasi lebih komprehensif.
6.      Sertakan foto-foto lapangan tempat kita akan memberikan bantuan.
7.      Tunjukkan fakta-fakta kondisi lapangan dan alasan kita meminta bantuan dari donatur.

Setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan peserta tidak bingung dan kesulitan di mana harus mencari dana. Mereka dapat segera mengaplikasikan materi yang sudah diberikan Alfatih dan menggunakan Kita Bisa sebagai jembatan penghubung dengan donatur yang ingin memberikan dukungan. (Adisa Soedarso)








NTT YOUTH PROJECT Proudly Present

Hai!
Pernah ga kamu mau ngadain acara tapi terhalang dana?
Pernah juga dong dengar tentang crowdfunding
Tapi masih gatau apa dan gimana gunainnya?
Yok ikutan workshop ’Social Project meets Crowdfunding’
Sabtu, 6 Juni 2015
jam 09.00-12.00
di Rumah Bumi Panda
Jl. Geusan ulun No.3, Dago Bandung
Pembicaranya Alfatih Timur dari Kitabisa.com
investasi : Rp.35.000,- (coffee break &e-certificate)
Jangan ketinggalan ya! Terbatas hanya untuk 40 orang wink emoticon
Details
Citra 0857-9580-9515